Program Studi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya kembali mengadakan diskusi dwi mingguan, kali ini bertemakan “Media and Cultural Studies” pada Jumat (14/08/2020). Materi untuk diskusi dibawakan oleh Scarletina Vidyayani Eka, M.Hum., atau lebih dikenal dengan Avid seorang dosen di Program Studi Sastra Inggris FIB UB.
Diskusi dibuka pukul 13.00 WIB oleh Juliati, M.Hum. sebagai moderator. Avid memulai diskusi dengan menjelaskan media sebagai teks di studi literatur. Avid menyampaikan bahwa budaya itu layaknya bahasa, bahwa teks tertulis dapat menjadi sarana untuk mengatakan sesuatu. Kemudian, ia melanjutkan pembahasan dengan memberikan penjelasan cultural studies yang menekankan bagaimana praktik budaya memiliki makna tertentu, juga bagaimana di era teknologi informasi nyaris semua realitas sosial-budaya termediasi dan representasi menjadi hal yang tidak terhindarkan. Sehingga cultural studies menjadikan media sebagai bagian penting dari kajiannya.
Diskusi dilanjut dengan pembahasan cultural studies dan media. Ia mengatakan bahwa media massa menjadi budaya populer yang dilengkapi dengan baik, template baru untuk teks sastra. Oleh karena itu, budaya populer sekarang juga mencakup media massa, media elektronik, dan media sosial. Ia juga menjelaskan bagaimana teks-teks media dapat dipahami dengan circuit of culture, mencoba memahami sebuah praktik budaya dari sisi produksi, konsumsi, regulasi, representasi, yang kemudian menjadi identitas.
Avid juga memberikan beberapa contoh analisa media dan cultural studies yang telah dilakukan oleh dosen dan mahasiswa, diantaranya representasi film “Joker”, analisa mengenai Korean halal food, analisa kanal youtube Tess Daly, hingga analisa mengenai DWP (Djakarta Warehouse Project). Contoh-contoh ini menunjukkan bagaimana hal-hal dalam kehidupan sehari-hari memiliki makna dan pesan tersendiri yang bisa dianalisis sebagaimana teks sastra dianalisis. Hal ini dikarenakan serupa dengan teks sastra yang merupakan sebuah alat untuk mengatakan sesuatu, praktik-praktik dalam kehidupan sehari-hari ini pun telah menjadi alat untuk menyampaikan atau merepresentasikan sesuatu. “Hal-hal yang terlihat remeh bisa menjadi kajian budaya,” ujarnya.
Dengan media dan cultural studies sebagai pembahasan terakhir, penyampaian materi pun selesai dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab untuk membantu para partisipan memahami lebih dalam atau menanyakan hal yang kurang dipahami. Diskusi dwi mingguan kali ini memberikan inspirasi bagi dosen dan mahasiswa untuk memulai penelitian mengenai media dengan perspektif cultural studies.
(FIB)
(POSTED ON AUGUST 21, 2020)